Rabu, 16 April 2008

Industri berbasis halal dan thayyib : sebuah tantangan dan peluang

PENDAHULUAN
Halal dan Thayyib merupakan dua hal penting yang tidak bisa dipisahkan. Dalam beberapa ayat Al-qur’an kata halal selalu diikuti dengan kata thayyib. Kata tersebut sudah dikenal sejak 1400 tahun yang lalu, sejak Allah swt menfirmankan kepada Rosulnya :
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi thayyib (baik) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
(Al-Baqoroh : 2 : 168)

Kata tersebut menjadi panduan bagi setiap manusia ketika melakukan aktivitas konsumsi ataupun produksi. Kata halal menjadi suatu hal yang patut diperhatikan dalam industri, terutama ketika negeri-negeri barat mulai banyak mengekspor daging mereka ke timur tengah dan asia tenggara sebagai negeri mayoritas muslim yang tentunya sangat memperhatikan aspek kehalalan produk. Aspek tersebut harus diperhatikan oleh kalangan industri, jika mereka tidak ingin kehilangan konsumennya, sebagai bagian dari upaya memenuhi kebuhan konsumen dari pasar yang akan diserap. Halal menjadi bagian terpenting dari industri, karena ia merupakan komponen inti menyangkut bahan baku, proses produksi hingga proses pengadaan dan packaging sebuah produk. Ia saat ini menjadi potensi, peluang sekaligus tantangan bagi kalangan pebisnis untuk meningkatkan kualitas produknya dengan berbasis pada kehalalan sebuah produk.

MENGENAL KONSEP DASAR HALAL DAN THAYYIB

Halal berasal dari bahasa Arab, halla, yang berarti lepas atau tidak terikat. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya.
Sedangkan kata thayyib berarti lezat, baik, sehat, menentramkan dan paling utama. Dalam konteks makanan kata thayyib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa), atau tercampur benda najis. Tidak membahayakan fisik serta akalnya. Juga sebagai makanan yang sehat, proporsional dan aman (Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, Pengukir sejarah sertifikasi halal, hal.20) .
Dasar ketentuan halal dan thayyib diambil dari Al-Quran, As-Sunnah, sekaligus fatwa ulama’. Al-Quran menjadi pondasi utama untuk menelusuri konsep halal dan thayyib yang diikuti As-Sunnah (Al-Hadits). Namun, jika dalam keduanya tidak disebutkan secara jelas, maka ijtihad para ulama’ yang kompeten dibidangnya dibutuhkan untuk menggali kejelasan dari produk yang dimaksud. Hal tersebut sesuai Hadits berikut :

Ketika Rosulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW bertanya : Bagaimana kamu memutuskan suatu hukum ketika kamu diminta untuk menentukan keputusan? Muadz menjawab : aku akan memutuskan dengan kitab Allah (al-Qur’an).
Rasulullah bertanya lagi : Jika kamu tidak menemukan di dalam kitab Allah? Muaz menjawab : dengan sunnah Rasulullah. Rasulullah bertanya lagi : jika kamu tidak menemukan di dalam sunnah Rasul-Nya? Muadz menjawab : Aku akan melakukan ijtihad dan aku tidak akan menyempitkan ijtihadku.



Berikut ini penelusuran beberapa ayat Al-Quran yang mengisyaratkan tentang konsep halal :


Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
(Al-Baqoroh : 2 : 168)

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
(Al-Baqoroh : 2 : 172)


dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
(Al-Ma’idah : 5 : 88)


Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.
(An-Nahl : 16 : 114)

Ayat-ayat tersebut diatas merupakan landasan untuk berkonsumsi secara halal dan thayyib dari rizqi yang dianugerahkan Allah swt. Lebih jauh mengenai halal dan thayyib dijelaskan lebih detail dalam beberapa ayat berikut :


mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.
(Al-Ma’idah (5) : 4)


Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.
(Al-An’am : 6 : 118)

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
……. dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik (thayyibat) dan mengharamkan bagi mereka segala yang busuk (khabaaits)....(Al-A’raf (7) : 157)



Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
( Al-Ma’idah (5) : 96)

Penjelasan diatas mengemukakan tentang banyaknya makanan halal dan thayyib yang harus dikonsumsi oleh setiap manusia, mencakup makanan yang baik-baik, makanan dari buruan laut, dan yang disebut nama Allah dalam menyembelihnya. Sedangkan beberapa hal yang haram dijelaskan secara tegas dalam Al-Quran dan As-Sunnah sebagaimana beberapa ayat berikut :

Hal-hal yang haram sudah dijelaskan secara tegas dalam Al-Quran dan As-Sunnah sebagaimana beberapa ayat-ayat berikut :


Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
(Al-An’am : 145)
Surat yang diturunkan pada akhir periode Makkah (masa nabi Muhammad SAW bermukim di Mekkah; 601-632), hanya mengharamkan empat jenis makanan, yaitu bangkai, darah, daging babi dan sembelihan yang menyebut selain nama Allah.
Sedangkan pada awal periode Mandinah (masa setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. 622-632) sebagai berikut :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak Menganiaya dan tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(An-Nahl : 115).
Ternyata Allah memperjelas dan menegaskan kembali keharaman empat jenis makanan tersebut. Baru di akhir misi kerasulan Muhammad SAW, Allah swt mengulang kembali dan memperinci beberapa jenis makanan dengan menambahkan dan memperjelas dari apa yang diharamkan sebelumnya, dengan turunya ayat berikut :


diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Al-Ma’idah : 3).

Ayat ini menerangkan lebih lanjut tentang diharamkannya hewan yang mati tercekik, dipukul, terjatuh, ditanduk, diterkam binatang buas, kecuali binatang-binatang tersebut masih sempat disembelih, dan juga binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah, seperti disembelih untuk berhala.

Perincian dari hal-hal yang haram diatas sebagai berikut :
1.Bangkai, baik yang mati dengan sendiri maupun karena sebab lain yaitu sebagaimana disebutkan dalam surat al-Ma’idah ayat 3 adalah sebagai berikut :

- Al-Munkhaniqah, yaitu binatang yang mati karena dicekik, baik dengan cara menghimpit leher binatang tersebut ataupun meletakkan kepala binatang pada tempat yang sempit dan sebagainya sehingga binatang tersebut mati.

- Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena dipukul dengan tongkat dan sebagainya.

- Al-Mutaraddiyah, yaitu binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi sehingga mati. Yang seperti ini ialah binatang yang jatuh dalam sumur.

- An-Nathihah, yaitu binatang yang baku hantam antara satu dengan lain, sehingga mati.

- Maa akalas sabu’u, yaitu binatang yang disergap oleh binatang buas dengan dimakan sebagian dagingnya sehingga mati.
Kecuali sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas ialah yang sempat disembelih
Selain itu Rosullullah SAW juga menambahkan termasuk bangkai adalah daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, dengan sabdaNya :

مَا قُطِعَ مِنَ اْلبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةً فَهِيَ مَيْتَةً (رواه أبوداود)
Nabi Muhammad SAW menegaskan : bahwa bagian yang diambil dari binatang hidup adalah bangkai yang haram dimakan. (HR. Abu Dawud).

2. Darah, darah yang mengalir diharamkan karena kotornya, Nabi Muhammad SAW mengecualikan darah limpa dan hati yang boleh dimakan. Akhir-akhir ini darah biasanya dikonsumsi dalam bentuk marus.


أًحِلَّ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. أَمَّا اْلمَيْتَتَانِ فَاْلحُوْتُ وَالجَرَادُ. وَأَمَّا الدَمَانِ فَاْكَبِدُ وَالِّطحَالُ.
Nabi Muhammad SAW menyatakan : dihalalkan bagi kita (umat islam) untuk memakan dua macam bangkai (ikan dan belalang) dan dua macam darah hati dan limpa. (HR. Ahmad bin Hambal, Ibnu Majah dan al-Daruqutni).

3.Daging babi, salah satu hikmah diharamkannya daging babi adalah dikarenakan hewan ini memakan makanan yang kotor dan najis. Bahkan menurut beberapa penelitian ilmiah seperti yang disebutkan bahwa makan daging babi itu salah satu sebab timbulnya cacing pita.

4. Sembelihan yang disembelih bukan Karena Allah.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Halal dan Haram memaknai hal tersebut dengan menyatakan bahwa yang diharamkan ialah binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.

sedangkan dalam hal keharaman minuman disebutkan sebagai berikut :

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al-Ma’idah : 90).


mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
(Al-Baqarah : 219)

Ayat-ayat diatas menjelaskan secara tegas hal-hal yang dihalalkan dan sebagian hal yang diharamkan.


TANTANGAN BISNIS HALAL
Perkembangan bisnis saat ini sudah semakin pesat begitu pula dengan cepatnya perkembangan teknologi yang secara tidak langsung memacu perubahan sosial dan gaya hidup. Sehingga konsumsi makanan ataupun minuman saat ini dilihat berdasarkan bentuk dan jenisnya. Makanan dan minuman bukan hanya sekedar pelepas lapar dan dahaga, namun juga menunjukkan status sosial dan gaya hidup. Perubahan gaya hidup menyebabkan konsumen ingin menikmati makanan yang mudah disajikan, berpenampilan menarik, rendah kalori, lemak,ataupun kolesterol. Tak hanya makanan dan minuman, Bahkan dalam kosmetik, seseorang hanya perlu tampil cantik. Dan dalam hal konsumsi obat-obatan yang terpenting adalah kesembuhan.
Perkembangan IPTEK membuat semuanya jadi mudah. Untuk menyediakan makanan, minuman, kosmetik ataupun obat-obatan seperti yang diinginkan semuanya bisa diproses melalui berbagai zat tambahan baik kimiawi, bioteknologi ataupun diekstraksi dari tanaman dan hewan. Nah, disinilah perlunya kehati-hatian bagi konsumen agar yang Halal tidak bercampur dengan yang haram. Karena letak titik rawan dalam hal ini adalah perubahan atau percampuran dari bahan yang halal dengan yang haram, baik kemungkinan terjadi dari hewan-hewan yang tak halal, ataupun melalui fermentasi menggunakan media yang tidak halal. Selain mengenai proses pengolahan juga proses penyembelihan, karena banyaknya permintaan daging untuk memenuhi kebutuhan penduduk, saat ini proses penyembelihan mengalami perubahan yakni bukan satu-persatu namun secara massal menggunakan mesin penyembelihan, bahkan kadang sebelum dipotong hewan terlebih dahulu dipingsankan, yang menyebabkan hewan tersebut menjadi bangkai sebelum disembelih. Padahal Kehalalan produk sangat memperhatikan metode penyembelihan. Disinilah perlunya pengetahuan baik produsen ataupun konsumen agar kita tetap bisa menjaga kehalalan produk untuk siap produksi ataupun konsumsi.
Dan tantangan terbesar yang mesti dihadapi dalam industri ini adalah bagaimana membuat produk yang enak, menarik, awet dengan menjaga kualitas, keamanan, dan kesehatan produk namun tetap melalui dan mentaati proses dan prosedur pengolahan Halal, serta bagaimana agar mampu bersaing dengan negara lain yang sudah melihat besarnya peluang industri halal ini?
Langkah ini tidak hanya membutuhkan komitmen, namun perlu peran dari berbagai pihak untuk mendukung sektor ini.
Pertama, Produsen harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang halal dan haram, memiliki komitmen dan daya kritis, sekaligus mengerti proses dan prosedur halal-haramnya produk.
Kedua, Pemerintah perlu membuat regulasi dan mengupayakan standarisasi sistem jaminan halal dan disosialisikan kepada masyarakat luas.
Ketiga, Menjalin hubungan dengan sektor finansial untuk meningkatkan investasinya dalam sektor halal.
Keempat, diperlukan sumberdaya yang memiliki pengetahuan halal dan kemampuan mengolah dan mengidentifikasi proses produksi agar terhindar dari hal-hal yang diharamkan.
Kelima, memiliki manajemen mutu terpadu jaminan produksi halal.
Keenam, diperlukan promosi intensif promosi dan pencitraan halal secara efektif.


MELIHAT PELUANG HALAL
Menurut perkiraan Direktur Global Food Research and Advisory Sdn Bhd, Irfan Sungkar, di Kuala Lumpur, seperti dilansir dalam situs Halalguide.info pada tahun 2007, industri halal dunia mencapai nilai lebih dari 600 miliar dolar AS dengan populasi pasar penduduk Muslim sendiri (captive market) sekitar 1,6 miliar orang. Dinegara Asia, seperti Indonesia, China, Pakistan dan India, rata-rata tumbuh sekitar tujuh persen per tahun dan diperkirakan mencapai dua kali lipat dalam 10 tahun ke depan, Indonesia sendiri diperkirakan akan terjadi penambahan permintaan produk makanan daging halal mencapai 1,3 juta metrik ton setahunnya. Sedangkan negara Asia lainnya bisa mencapai dua juta metrik ton setahunnya. Bila produk makanan halal semakin banyak jenis yang diperdagangkan, potensinya tinggi. Selain daya beli, tingkat kesadaran makanan halal sudah tinggi.
Sementara itu, di Uni Eropa, meski jumlah penduduk Muslimnya minoritas dan jumlahnya sedikit, pertumbuhannya besar karena daya beli yang tinggi, seperti di Perancis dan Belanda. Muslim di Perancis membelanjakan 30 persen penghasilannya untuk makanan halal. Kuantitas konsumsi makanan daging sekitar 400 ribu metrik ton setahunnya. Sedangkan di Belanda, makanan halal tidak hanya dikonsumsi Muslim, tetapi juga non Muslim, sehingga total permintaan pasar halal mampu mencapai 2,8 miliar dolar per tahun.
Jika potensi besar tersebut tidak segera dimanfaatkan untuk memproduksi produk halal, maka negara yang mampu melihat peluang ini, akan segera memanfaatkan peluang tersebut. Terbukti Malaysia sudah mencitrakan dirinya menjadi Halal Hub dunia melalui JAKIM lembaga yang menaunginya, menjadi pusat sertifikasi halal dunia dan akan mempromosikan dirinya ke tingkat global. lebih dari itu, mereka juga meningkatkan kapasitas institusi, logistik dan tentu saja sumber daya manusia, dan membentuk badan khusus yang bertugas mendorong industri halal yaitu HDC (Halal Development corporation) . Badan itu memiliki tiga sasaran utama yaitu mengintegrasikan industri halal dalam bentuk standar, regulasi dan sertifikasi, pembangunan kapasitas yang meliputi meningkatkan kapasitas dalam perdagangan dan produksi produk dan jasa halal, serta promosi dan pencitraan yang mengembangkan kampanye, promosi dan pemasaran halal secara efektif.
Australia dan Selandia baru selain berhasil memanfaatkan pemahamanya tentang halal, negara tersebut menjadi pengekspor daging sapi, kambing dan domba terbesar ke negara-negara muslim. Pasar utama daging mereka adalah Timur Tengah, Asia, dan Eropa. Dalam hal ini, Selandia baru berhasil menjadi negera pengekspor daging halal terbesar dunia. Maka, tidak heran jika anda mengunjungi supermarket papan atas dengan mudah anda akan menjumpai produk daging asal Selandia Baru tersebut, bersanding dengan produk lokal bahkan produk Amerika. Mereka memahami potensi dan peluang halal, bahkan mereka dikenal ketat dalam melakukan pengujian, sebelum sertifikasi halal dikeluarkan terhadap daging-daging yang siap diekspor oleh lembaga sertifikasi yang ditunjuk pemerintah mereka yaitu Federation of Islamic Associations of New Zealand (FIANZ) dan New Zealand Islamic Meat Management (NZIMM).
Itulah peluang pasar halal yang sudah dilirik orang lain, bahkan negara yang minoritas penduduknya muslim mampu memanfaatkannya. Saat ini pasar halal bukan hanya untuk kalangan muslim, namun juga non muslim. Halal selain menjadi alat untuk memasuki pasar yang lebih luas, juga gerbang untuk memasuki pasar dan komunitas global, ia sudah menjadi simbol untuk jaminan kualitas dan pilihan gaya hidup. Sehingga jika tidak memanfaatkan kesempatan ini, maka kita akan tertinggal jauh, dan hanya menjadi konsumen, layaknya industri olahraga sepakbola, kita hanya menjadi komentator dan beramai-ramai untuk menjadi penonton. Saatnya untuk menjadi produsen dan memanfaatkan peluang tersebut, memenuhi kebutuhan keimanan dan ketaqwaan, dan menyediakan produk yang menentramkan konsumennya. by: Wan's

0 komentar:

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template